ALIBI.id [8/10/2022] – Batu permata merupakan aspek penting bagi kemaharajaan kebanyakan kerajaan di dunia, terutama kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Asia Tenggara. Benda mewah nan mahal seperti emas, perak, dan permata dipakai sebagai aksesoris untuk menaikkan karisma dan status si pemakai.
Selain sebagai simbol kekuasaan dan kekuatan, terkadang permata juga diyakini memiliki kesaktian dan kekuatan gaib semasa kerajaan-kerajaan pra modern di Asia Tenggara. Maka tak ayal, Kesultanan Aceh yang Islam pun tak luput dari kemegahan harta-harta berupa perhiasan tersebut.
Iskandar Thani merupakan seorang sultan yang begitu cinta akan berlian dan berbagai batu permata lainnya.
Peter Mundy, ia seorang pedagang Inggris yang pernah beraudiensi dengan Sultan Iskandar Thani (Sultan Aceh 1636-1641 M) pada tahun 1637 menyebut, Iskandar Thani merupakan seorang sultan yang begitu cinta akan berlian dan berbagai batu permata lainnya. Hal ini diamati Peter dari baju yang dikenakan sultan.
Paulus Croocq seorang pegawai Belanda juga turut terkesan dengan baju dan mahkota yang dikenakan Iskandar Thani. Baju dan mahkota tersebut dipenuhi dengan berlian dan permata langka. Begitu pula dengan singgasana Iskandar Thani yang juga dihiasi permata dengan taksiran nila 40 bibar emas batangan atau sekitar 100.000 gulden nilainya ketika itu.
Baca juga: “Historis” lensa fotografer Eropa menyorot Aceh
Mengetahui hal tersebut, Belanda mencoba menghadiahkan Iskandar Thani dengan berbagai permata pada setiap kunjungan dagang ke Kerajaan Aceh. Hal ini semakin menggairahkan semangat sultan mengoleksi perhiasan tersebut sebagai bentuk lambang kemegahan.
Disebutkan, sultan lebih menyukai perhiasan dibandingkan uang tunai dalam pembayaran lada atau izin biaya masuk untuk berdagang di Aceh.
Selain baju, mahkota, dan singgasana, sultan juga menyukai ikat pinggang yang didesain dengan model Persia yang ditenun dengan sutra serta terdapat beberapa berlian. Kurang apik rasanya, maka Iskandar Thani juga memesan kepada Belanda beberapa liontin dari zamrud dan beberapa liontin berlian.
Tak hanya Iskandar Thani, Iskandar Muda (1607-1636 M) Sultan Aceh sebelumnya juga gemar mengoleksi batu permata yang mahal-mahal harganya, selain karena kecintaan secara pribadi juga sebagai bentuk menampakkan kekuasaan dan kemegahan kerajaan pada tamu-tamu yang datang dari berbagai penjuru dunia. Perhiasan yang disimpan dalam ruang khusus istana juga menjadi simbol kekayaan raja yang dijaga secara turun temurun.
Sultan Iskandar Muda mempekerjakan lebih dari 300 pandai emas untuk Kerajaan Aceh.
Tercatat, Sultan Iskandar Muda mempekerjakan lebih dari 300 pandai emas untuk Kerajaan Aceh. Dan secara pribadi sultan satu ini memiliki tiga biji berlian berukuran besar dengan berat antara 12 hingga 20 karat, beberapa batu manikam, dan sebuah batu zamrud yang diperolehnya tatkala menaklukkan Perak (Malaysia sekarang).
“Benar. Aceh memang mempekerjakan banyak sekali pandai emas ketika era kesultanan. Kebenaran itu bisa dilihat dari nama Gampong Pande, yang artinya Kampung Pandai. Kampung tersebut terletak di tepian muara Krueng Aceh (sungai Aceh. Banda Aceh sekarang). Pada kampung inilah dulunya ditempatkan orang-orang pandai, termasuk pandai emas, dan kampung tersebut menjadi salah satu pasar perdagangan di jantung Kerajaan Aceh,” ungkap T. Abdullah, Jumat (7/10/2022).
T. Abdullah, lelaki sepuh, kerap disapa T.A Sakti, pensiunan dosen pada jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Ia juga salah seorang sejarawan-sastrawan-budayawan juga kolektor manuskrip-manuskrip lama Aceh.
Kemewahan Kerajaan Aceh juga dapat ditelisik melalui busana yang dikenakan oleh para penari istana. Menurut catatan seorang jenderal Prancis, Augustin de Beaulieu yang pernah mengunjungi Aceh dan bertemu langsung dengan Iskandar Muda, menyebut penari istana Aceh masing-masing mengenakan lebih kurang 18 kilogram emas.
Dalam surat Safiatuddin kepada Antonio van Dieman, seorang Gubernur Belanda di Batavia, Safiatuddin memesan perhiasan pada Belanda.
Beralih ketika tampuk kekuasaan Aceh berada pada seorang perempuan bernama Sultana Safiatuddin. Dalam surat Safiatuddin kepada Antonio van Dieman, seorang Gubernur Belanda di Batavia, Safiatuddin memesan perhiasan pada Belanda.
Safiatuddin menyebut, ia telah menerima rantai kalung emas dengan 1.064 berlian, dua gelang dengan 306 berlian, keris emas dengan hiasan 211 berlian, dua liontin dengan 58 berlian, empat cincin besar dengan hiasan berlian kotak, empat cincin batu manikam berhias berlian, empat cincin berlian, satu cincin berlian dengan 16 berlian kotak, dan empat pasang anting emas.
Perlu untuk diketahui, pada Kerajaan Aceh, emas, suasa, batu permata, kuda, dan gajah juga merupakan simbol kekayaan dan status seorang raja. Simbol-simbol kejayaan ini dapat ditelusuri melalui tulisan-tulisan sejarah maupun dokumen-dokumen kerajaan Aceh.
*Penulis: M. Yusrizal, berprofesi sebagai guru sejarah di SMA Negeri 11 Banda Aceh.
Discussion about this post