ALIBI.id [31/8/2022] – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak partai politik lokal membangun integritas. Lembaga antirasuah itu juga meminta partai politik di Aceh untuk merumuskan sistem pencegahan antikorupsi sejak dalam masa pengkaderan.
Kegiatan itu berlangsung di Hotel Hermes Banda Aceh, pada Selasa, (30/8/2022) dalam sebuah program yang bertajuk “Politik Cerdas Berintegritas Terpadu (PCB Terpadu) Tahun 2022” dan diikuti oleh para ketua, Sekjend, Bendahara dan petinggi dari empat partai politik lokal di Aceh, di antaranya Partai Aceh (PA), Partai Darul Aceh (PDA), Partai Nanggroe Aceh (PNA) dan Partai SIRA.
Deputi Bidang Pendidikan dan Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana mengatakan, program yang diikuti para petinggi partai politik lokal di Aceh ini diharapkan menjadi benteng bagi upaya-upaya tindak pidana korupsi di lingkungan kerjanya.
Sebab, nilai strategis dari parpol memungkinkan untuk dilakukan pencegahan. Dalam pandangan KPK, parpol adalah salah satu dari tiga komponen penting untuk menciptakan mekanisme politik yang cerdas dan berintegritas.
“Berdasarkan daftar partai politik yang terdaftar melalui situs KPU, terdapat 4 Partai Lokal Aceh yang turut menjadi peserta pada pemilu 2019. Oleh karena itu, tahun ini KPK juga menjadikan partai lokal Aceh sebagai sasaran untuk bersama-sama meningkatkan integritas supaya terhindar dari korupsi serta mendorong komitmen integritas,” ujar Wawan Wardiana.
Untuk itu, KPK bersama partai politik lokal di Aceh menandatangani komitmen integritas yang berisikan bahwa peran serta partai untuk menumbuhkan kesadaran bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang bisa menghancurkan bangsa dan menyengsarakan rakyat.
Kemudian bertekad mewujudkan kehidupan berpolitik yang bebas dari praktik korupsi dan menjadikan Indonesia sebagai negeri yang bersih dari korupsi. Dan berkomitmen untuk menjadi suri tauladan dan memberikan contoh yang menjunjung tinggi integritas bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Kita juga berharap partai politik lokal di Aceh berkomitmen tidak akan melakukan korupsi dan berperan serta secara aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Selain itu, Wawan juga menyoroti sistem rekruitmen kader di sejumlah partai politik di Indonesia, yang dia nilai masih banyak tidak sesuai dengan kode etik dari partai itu sendiri. Misalnya, kata dia, tidak adanya proses kaderisasi atau pembekalan hingga pemahaman soal integritas maupun pendidikan politik.
“Tidak semua partai politik yang mempunyai sistem rekruitmen yang baik. Ada yang punya ada yang gak. Jika kita lihat, apalagi tiba-tiba bukan anggota partai langsung maju sebagai calon kepala daerah, nah ini sistem kaderisasinya bagaimana?,” ucapnya.
Bahkan ada juga kader yang sudah lama berkecimpung di dunia partai politik, namun terlihat tidak percaya diri untuk diajukan untuk menjadi calon kepala daerah ataupun dewan. Justru partai menunjuk orang lain yang notabene berasal dari luar partai itu sendiri.
Wawan berharap persoalan mulai dari kaderisasi hingga membangun iklim budaya anti korupsi harus terus digalakkan oleh partai politik di Aceh, agar sistem demokrasi yang telah di bangun tidak runtuh hanya gara-gara persoalan korupsi.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf mengatakan, pihaknya tetap mendukung KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia, khususnya di Aceh. Ia juga mengimbau seluruh kader PA agar berkomitmen untuk tidak melanggar hukum apalagi melakukan korupsi.
“Kita siap berkomitmen untuk menjalankan dan menerapkan budaya anti korupsi. Kita sepakat untuk memberantas korupsi,” kata Muzakir Manaf.
Kemudian, Sekjend Partai Nanggroe Aceh, Miswar Fuady menyampaikan, dibutuhkan kesadaran bersama, agar praktik korupsi dikalangan pengurus partai politik bisa dihindari. Dengan cara, memiliki komitmen dan integritas yang telah dibangun dari dalam internal itu sendiri.
“Di PNA ini menjadi komitmen. Kader-kader yang menjadi calon kepala daerah maupun dewan, kita amanahkan untuk menjalankan integritas, agar menghindari praktik-praktik korupsi,” katanya.
Discussion about this post