ALIBI.id [20/10/2023] – Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya di SMAN Mosa pada 20 Juli 2023 lalu berakhir damai.
Penyelesaian perkara secara Restorative Justice (RJ) itu dilakukan di Polresta Banda Aceh yang turut dihadiri keluarga korban dan terlapor, serta pihak sekolah dan dinas terkait lainnya, Kamis (19/10/2023).
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama dalam konferensi pers mengatakan, berdasarkan kronologi kejadian, kakak leting korban yang berjumlah 23 orang itu mengumpulkan para juniornya di musala setempat.
Mereka diperintahkan oleh kakak leting kelas 12 untuk berdiri, setelah berdiri siswa dipukul satu-persatu. Saat giliran korban yang kena pukul dan mencoba mendorong pelaku.
Baca juga: Asrama SMA Modal Bangsa Aceh Besar terbakar
Korban pun dikeroyok oleh 23 orang siswa kelas 12 dengan cara memukul, menendang, serta menginjak kepala dan seluruh bagian tubuh korban.
“Pada saat tersebut saksi mencoba menghentikan pengeroyokan namun juga tidak dihentikan serta saksi juga ikut dipukul, dan penganiayaan dihentikan karena datang satpam. Dan keluarga korban melaporkan kejadian tersebut,” kata Fadillah.
Pihaknya kepolisian sempat kewalahan menangani perkara tersebut. Lantaran para pelaku tidak mau mengakui perbuatannya dengan alasan solidaritas.
“Kita mengambil langkah hukum berupa pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Mereka rata-rata berusia antara 15-16 tahun. Setelah kejadian itu kita melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi,” jelasnya.
Setelah kejadian itu, pihak sekolah juga melakukan skorsing kepada 23 siswa yang terlibat selama satu minggu.
Setelah kasus itu sudah berjalan hampir sebulan, pihak keluarga korban sepakat untuk berdamai. Proses perdamaian di fasilitasi oleh pihak sekolah pada 7 Oktober 2023 lalu.
“Dalam pernyataan damai pihak pertama mengakui telah melakukan penganiayaan kepada korban secara bersama-sama. Pihak terlapor berjanji tidak akan melakukan lagi perbuatannya. Pihak pertama sepakat untuk membiayai perawatan korban,” pungkasnya.
Saat ini pihak keluarga korban sendiri telah mencabut laporan polisi terkait dugaan tindak pidana penganiayaan anak di bawah umur tersebut.
Sementara itu, orang tua korban Purnama Hadi AR mengatakan, pasca kejadian, ia sudah beberapa kali membawa anaknya untuk menjalani perawatan. Pasalnya, dari hasil rontgen oleh pihak rumah sakit, terdapat beberapa gumpalan darah di kepala korban.
Dirinya juga sempat kecewa kepada pihak sekolah dan dinas terkait perihal kelalaian dalam penanganan perkara tersebut. Purnama memutuskan untuk sepakat berdamai lantaran melihat kondisi anaknya yang kini kian membaik dan tidak mengalami gejala tertentu.
“Dan setelah jiwa saya tenang anak saya alhamdulillah masa depan masih ada, lantaran luka yang dialaminya tidak terlalu fatal. Tapi saya berharap ini menjadi pelajaran, dan kejadian serupa tidak terulang lagi,” pungkasnya.
Perwakilan dari SMAN Mosa mengatakan, pasca kejadian ini akan diambil sebagai pelajaran dengan meningkatkan pengawasan di area sekolah.
Hal itu dalam rangka menciptakan kenyamanan para siswa/i dalam hal melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah.
Baca juga: Lakukan penganiayaan, Ketua Gangster IKAO ditangkap polisi di Banda Aceh
“Kebijakan dari sekolah ini, sekarang sudah ada piket tambahan, baik dari guru dan siswa. Jadi setiap malam mereka bertugas untuk melakukan pemantauan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala UPTD PPA Aceh, Irma Ibrahim mengatakan perundungan di sekolah saat ini terjadi dimana-mana, kali ini terjadi di sekolah kebanggaan Aceh, Modal Bangsa.
“Kalau dahulu ini adalah hal yang biasa, namun sekarang menjadi hal yang luar biasa, sehingga perlu pengawasan ketat dari sekolah, komite maupun masyarakat,” pintanya.
Sementara itu, Peranan UPTD PPA dalam penangan kasus ini, mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, dan bersikap netral tidak memihak kepada salah satunya.