ALIBI.id [30/9/2022] – Siapa sangka, dari hasil penjualan kacang Teuku Azril Al Azmi raup keuntungan puluhan juta rupiah setiap tahunnya. Azril—begitu ia kerap disapa—lelaki muda berumur 30 tahun asal Aceh Barat Daya (Abdya) berhasil menjejaki barang dagangannya ke beberapa daerah di Provinsi Aceh.
Manggeng merupakan nama salah satu kecamatan di Aceh Barat Daya, tepatnya kecamatan tempat Azril meniti usaha kacang tanah yang setiap hari produksinya mencapai 100 kilogram.
“Bahan baku utama kacang saya pasok dari kecamatan saya sendiri, yaitu Kecamatan Manggeng di Aceh Barat Daya,” ungkapnya.
Menamai produk dengan nama Kacang Manggeng merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Azril, selain sebagai bentuk “kampanye” daerah, nama tersebut juga dianggap komersil serta mudah diingat oleh konsumen yang umumnya masyarakat Aceh.
“Kacang Manggeng merupakan nama sakral bagi saya. Lagi pula ide awal membangun usaha adalah untuk membantu orang tua saja,” terang Azril.
Kepada media ini, Azril mulai mengisahkan ihwal pendirian usaha Kacang Manggeng. Kala itu ia masih kuliah, orang tuanya di kampung kerap mengirimkan kacang kepada Azril sebagai makanan cemilan, dikarenakan jumlahnya banyak Azril mengkomersialkan dengan cara menjual kepada rekan-rekan kuliahnya. Gayung bersambut, kacang yang dijual Azril banyak peminat dan disukai pelanggan.
Kacang Manggeng merupakan nama sakral bagi saya
Setelah menamatkan pendidikan di kampus Azril pun mulai menekuni usaha tersebut, dan beruntungnya respon masyarakat terhadap keberadaan Kacang Mangeng disambut baik. Dari sinilah Azril mulai mencoba berbagai inovasi pengembangan usaha Kacang Manggeng tersebut.
Sejak tahun 2017 permintaan pasar akan Kacang Manggeng terus meningkat dari produksi awalnya 10 kilogram per hari, kini kacang asal Pantai Barat Aceh tersebut telah memproduksi sebanyak 500 kilogram setiap harinya.
Pengolahan kacang dengan cara digongseng atau sangrai dipertahankan Azril, tujuannya adalah untuk menjaga mutu dan cita rasa yang nikmat. Pasar penjualan yang dulunya hanya sebatas Banda Aceh dan Aceh Besar kini telah meluas hingga ke Barat Selatan Aceh, bahkan hingga ke kawasan Timur provinsi tersebut.
“Cita rasa Kacang Manggeng sudah terkenal gurih dan nikmat,” ujar Azril seraya tersenyum, yakin akan kualitas kacang miliknya.
Bagi Azril, cita rasa adalah nomor satu, maka dari itu dalam proses penyortiran bahan baku dianggap penting dan harus selektif untuk bisa mendapatkan kualitas bagus dan nomor wahid.
Dirinya mengaku, proses pengolahan Kacang Manggeng masih menggunakan mekanisme tradisional, hal ini karena keterbatasan teknologi di pabrik miliknya, sehingga Azril memilih menggunakan metode gongseng dengan media pasir.
Kini, Azril telah memiliki delapan orang pekerja di usaha miliknya, terutama pada bagian sortir, proses produksi, dan juga pengemasan kacang. “Kebanyakan ibu-ibu yang bekerja di tempat saya,” ujarnya.
Lelaki muda ini punya harapan besar ke depan, agar suatu saat ia mampu menggunakan teknologi modern dalam pengolahan kacang, mulai dari penyortiran, penjemuran, penambahan cita rasa, dan bahkan hingga pengemasan. “Ya, ini masih cita-cita dan mimpi saya, harapannya hal tersebut dapat terwujud,” harap Azril.
Karena proses produksi Kacang Manggeng sangat di pengaruhi rantai pasok kacang sebagai bahan baku utama, ia berharap agar pemerintah juga ikut andil dalam pembinaan petani kacang.
Sejauh ini, dirinya sangat terbantu oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh. Dari instansi itu dirinya banyak mendapatkan ilmu pengetahuan lewat pelatihan-pelatihan, dan juga cara pengemasan produk yang baik.
Usaha Kacang Manggeng miliknya telah ditetapkan sebagai bisnis binaan dari Bank Indonesia (BI) Aceh pada tahun 2022. Hal inilah yang memotivasi Azril untuk melahirkan karya inovasi di bidang usahanya, serta meluaskan pasar hingga ke daerah yang belum ada Kacang Manggeng.
Dalam pemasaran Kacang Manggeng, Azril berfokus pada penjualan retail, yakni dititipkan di warung kopi, kios, serta toko-toko. Cara seperti itu menurutnya lebih efektif dibandingkan dengan jualan online. “Dulu sempat jualan online, tapi hal itu tidak berlangsung lama,” ungkapnya.
Kendala terbesar yang Ia hadapi saat ini adalah teknologi proses produksi kacang yang memiliki standar, serta keberadaan bahan baku dari petani. Beberapa kali Azril mengaku sempat kewalahan ketika permintaan kacang tinggi, namun stok bahan baku tidak tersedia dalam kapasitas besar. Dalam situasi seperti itu, kadang terpaksa Ia menghentikan produksi. “Ya mau bagaimana, tidak ada bahan baku,” sebutnya dengan raut wajah pasrah.
Kini Kacang Manggeng milik Azril sendiri, mudah dijumpai di warung kopi dan kios di Banda Aceh, dengan kemasan cup dan dalam kemasan plastik berbagai ukuran. Rata-rata Kacang Manggeng dibanderol dengan harga Rp5 per kemasan.
Discussion about this post