ALIBI.id [27/8/2022] – Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh temukan sejumlah masalah terkait pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh saat inspeksi mendadak (sidak) pada Sabtu (27/8/2022) pagi. Sidak dipimpin Ketua Komisi V DPR Aceh, Falevi Kirani.
Sidak juga diikuti Sekretaris Komisi V DPR Aceh Hj Asmidar. Ikut serta anggota Komisi V DPR Aceh yaitu Tarmizi SP, Edi Kamal, Zaini Bakri dan Azhar Mj Roment.
Saat sidak tersebut, Komisi V DPR Aceh mendapat sejumlah permasalahan klasik yang terjadi di RSUDZA Banda Aceh seperti beberapa sidak yang dilakukan sebelumnya. Salah satunya, menumpuknya pasien di ruang Instalansi Gawat Darurat (IGD). Terkait kondisi ini, Komisi V DPR Aceh meminta manajeman melakukan pengelolaan pasien yang baik agar tidak ada penumpukan di IGD.
Selain penumpukan pasien, Komisi V juga melihat tidak ada dokter spesialis yang stand by pada akhir pekan. “Dokter spesialis pada IGD, Sabtu-Minggu tidak on site, standby, by on call, diharapkan kembali seperti dulu ada yang on site 24 jam setiap hari, seperti yang disampaikan Wadir RSUDZA on site ada 5 dokter spesialis, spesialis Bedah, Anak, Anastesi, Obgyn dan Penyakit Dalam,” kata Falevi.
Di sisi lain, dalam sidak tersebut, Komisi V juga menerima keluhan dari pasien di IGD yang terpaksa harus menunggu lama untuk mendapatkan ruang rawat inap. Kondisi ini, menurut Falevi, diperburuk apabila pasien yang datang dari daerah ke rumah sakit tersebut berlatarbelakang orang tidak mampu dan tidak memiliki koneksi.
“Kemudian bila ruangan telah ada, terkendala lambatnya pasien didorong dari IGD ke ruang rawat. Terkadang ada yang harus nunggu sampai 3-4 jam hanya gara-gara tidak ada petugas pendorong,” tutur Falevi.
Komisi V berharap manajemen RSUDZA Banda Aceh menambah petugas dan perawat di IGD. Sementara untuk memaksimalkan pelayanan, pihak manajemen RSUDZA juga diminta untuk memberikan perhatian khusus kepada perawat di sana. “Seperti adanya poding untuk petugas, makanan tambahan roti dan kacang hijau serta susu. Jangan sampai petugas IGD harus keluar untuk cari makanan, sedangkan pasien di IGD membludak membutuhkan penanganan yang cepat,” papar Falevi didampingi anggota Komisi V yang lain.
Dalam sidak tersebut, Komisi V DPR Aceh juga mendapati bahwa ada petugas yang tidak mengetahui secara akurat berapa jumlah kamar kosong di ruang rawat inap. Alhasil, pihaknya harus menunggu informasi tersebut dari ruang rawat inap. “Terkait ini perlu dicarikan solusi suatu sistem atau aplikasi yang memudahkan untuk mendapatkan informasi ketersediaan kamar di ruang rawat inap,” tambah Falevi.
Selanjutnya, persoalan yang sama juga didapati anggota Komisi V saat melakukan sidak pada Sabtu tadi, yaitu terkait pendingin ruangan yang rusak serta plafon dan atap bocor pada gedung RSUDZA Banda Aceh. Komisi V DPR Aceh juga menemukan bed rusak seperti pada ruangan Raudhan 3 dan 4. “Serta ada ruang yang saat hujan tempias air dari jendela masuk ke kamar pasien, seperti pada ruang Rawat Shafa. Pada ruang rawat anak juga terdapat kamar yang rusak pada toilet yang bau,” lanjut Falevi.
Pelayanan USG dan CT Scan di RSUDZA Banda Aceh juga dianggap belum optimal dan dinilai merugikan masyarakat lantaran pasien harus menunggu antrian dalam waktu hampir sepekan. Padahal para pasien yang ingin menggunakan fasilitas USG harus mendaftar dulu. “Kalau pasien yang datang dari daerah, bayangkan gimana rugi waktunya. Kemudian hasilnya baru bisa diambil besoknya lagi, bahkan pada pelayanan CT-Scan untuk pemeriksaan, pasien menunggu antrian sampai 30 hari dan hasilnya baru keluar 20 hari. Harus segera dicari solusi untuk hal ini,” papar Fahlevi mewakili anggota Komisi V lainnya.
Dalam sidak tersebut, anggota Komisi V DPR Aceh juga mendapati adanya oknum petugas bank darah yang dinilai arogan dalam melayani keluarga pasien. Komisi V juga menemukan adanya pasien yang harus bolak balik dari ruangan ke bank darah untuk mendapatkan pelayanan.
“Bukan dipermudah, dan terkadang stok darah ada tetapi dikatakan kepada keluarga pasien, stok kosong,” ungkap Falevi.
Di ruang Poli, pihak Komisi V DPR Aceh juga mendapat permasalahan serupa. Arogansi petugas pelayanan pemanggilan bahkan dinilai cukup kentara. “Senyum sapanya harus dikedepankan, tapi pada umumnya keluarga pasien dilayani dengan nada-nada keras dan kasar di pintu masuk Poli,” ujar Falevi menceritakan hasil sidak di RSUDZA bersama Komisi V DPR Aceh.
Selain itu, Komisi V DPR Aceh juga tidak melihat dokter spesialis yang bertugas di ruangan poli. Padahal dari informasi yang mereka dapatkan, RSUDZA saat ini memiliki dokter spesialis yang banyak di setiap Poli. “Pada kenyataannya, umumnya masyarakat yang berobat ke Poli hanya dilayani oleh dokter PPDS yang lagi ambil pendidikan spesialis,” lanjut Falevi.
Proses pengambilan obat di apotek juga disebutkan menjadi masalah besar ketika Komisi V DPR Aceh melakukan sidak Sabtu pagi tadi. “Ada yang nunggu dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB baru siap obatnya,” kata Falevi.
Falevi mengutarakan bahwa sidak yang dilakukan Komisi V DPR Aceh, bertujuan agar manajemen RSUDZA dapat memperbaiki kondisi pelayanan untuk masyarakat yang berobat ke rumah sakit plat merah tersebut. Pelayanan yang baik dan ramah bahkan dinilai dapat membantu penyembuhan pasien. “Sehingga masyarakat yang datang berobat, lihat petugasnya saja sudah merasa aura kesembuhan. Komisi V mengharapkan jangan ada kesan di masyarakat bahwa oknum petugas kesehatan melayani seadanya, mungkin karena pemahaman mereka berobat gratis. Padahal mereka tidak tahu rakyat berobat juga telah membayar melalui APBA setiap tahun yang sumbernya dari pajak rakyat,” kata Falevi.
Falevi mengatakan Komisi V DPR Aceh akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan akan memanggil pihak manajemen RSUDZA atas berbagai temuan tersebut. Pihaknya juga akan meminta dan mengusulkan anggaran kepada Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) jika permasalahan perbaikan atau renovasi fasilitas di RSUDZA disebabkan kekurangan dana.
Dia berharap berbagai temuan ini mendapat perhatian dari manajemen RSUDZA. Komisi V bahkan mengancam akan membentuk tim panitia khusus (pansus) jika imbauan DPR Aceh tidak diindahkan. “Ini warning keras, harus segera diperbaiki,” katanya.
Sementara itu, Direktur RSUDZA Banda Aceh dr Isra Firmansyah mengaku pihaknya tetap memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Dia pun berjanji akan memperbaiki semua kendala yang dihadapi di lapangan secara bertahap.
Khusus untuk fasilitas yang rusak, seperti AC, bed, plafon dan atap yang rusak, Isra mengatakan pihaknya sudah memperbaikinya sebagian. Namun ada beberapa titik fasilitas yang rusak masih dalam proses perbaikan.
“Dulu lebih banyak lagi ruangan bocor, berjamur dan sudah kami atasi. Tapi tidak bisa semua karena anggaran juga besar,” katanya.
Discussion about this post