ALIBI.id [8/11/2023] – Pemerintah Aceh sangat mendukung usulan Pemerintah RI kepada Badan PBB UNESCO, untuk menjadikan Jalur Rempah Nusantara sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia. Pemilihan slogan atau tagline ‘Rempahkan Bumi Pulihkan Dunia,’ pada gelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, adalah salah satu bentuk dukungan tersebut.
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh Iskandar AP, saat membacakan sambutan Penjabat Gubernur Aceh pada Malam Anugerah Kebudayaan Aceh 2023, yang merupakan rangkaian dari Pekan Kebudayaan Aceh ke-8, di Aula Meuligoe Wali Nanggroe, Senin (5/11/2023) malam.
“Pemerintah Aceh sangat mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk menjadikan Jalur Rempah Nusantara sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia ke badan dunia UNESCO. Pemilihan tagline ‘Rempahkan Bumi Pulihkan Dunia,’ pada gelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, adalah salah satu bentuk dukungan Aceh terhadap upaya tersebut,” ujar Iskandar.
Sebagaimana diketahui, di masa lampau, Aceh memiliki peran sangat penting dalam peta Jalur Rempah Nusantara. Namun, berbicara tentang Aceh tentu tidak semata bicara tentang rempah, atau kuliner saja, karena Aceh juga memiliki keragaman dan kekayaan budaya, adat, dan seni.
“Berbicara tentang Aceh, kita tentu akan membahas tentang 23 Kabupaten dan Kota, yang masing-masing memiliki warisan kekayaan budaya serta adat istiadatnya tersendiri.
Oleh karena itu, di tengah gempuran arus globalisasi serta kemajuan teknologi informasi yang membuat dunia seakan menyempit, preservasi dan pengembangan budaya lokal, tentu menjadi elemen penting dalam target pembangunan manusia Aceh seutuhnya,” kata Iskandar.
Oleh karena itu, sambung Iskandar, Pemerintah Aceh senantiasa berkomitmen penuh dalam usaha mendukung preservasi dan pengembangan budaya ini. Salah satu pengejawantahan komitmen ini, dipandang perlu untuk memberikan apresiasi pada para seniman, budayawan, dan sejarawan yang telah mengabdikan pikiran dan ikhtiarnya bagi pengembangan budaya Aceh.
“Pemberian penghargaan ini, selain memberi pengakuan dan apresiasi atas capaian mereka, juga diharapkan dapat lebih menggali dan menguatkan karakter budaya Aceh serta para pelaku budaya, untuk memenuhi kebutuhan generasi penerus akan sosok-sosok tokoh dan panutan dalam lingkungan seni, adat istiadat dan budaya di Aceh,” sambung Iskandar.
Pemerintah Aceh, sambung Iskandar, sangat mengapresiasi sosok-sosok dan tokoh yang berdedikasi tinggi dan telah berjasa melestarikan, mengembangkan dan memajukan kebudayaan di Aceh.
Iskandar mengungkapkan, dewasa ini semakin banyak ilmuwan, seniman dan budayawan dari mancanegara tertarik untuk mempelajari kebudayaan dan produk budaya Aceh. Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan mampu menjadi salah satu media pelestari adat budaya Aceh.
“Kita semua tentu berharap, di masa depan akan lahir generasi penerus yang dengan sekuat tenaga dan sepenuh cinta, berusaha untuk melestarikan dan memajukan budaya di tanah indatu ini. Dengan demikian, anak cucu kita nanti akan tetap menjadi pemilik dari budaya serta produk budaya asli Aceh, di tengah arus globalisasi yang dapat dengan mudah menggeser tatanan yang telah diwariskan oleh indatu kepada kita semua saat ini,” kata Iskandar.
Dalam sambutannya, Iskandar mengajak seluruh pemangku kebijakan dan seluruh pemerhati dan pelaku budaya, untuk memanfaatkan pesatnya kemajuan teknologi dalam mendukung pelestarian dan pengembangan budaya, terutama dalam memperkenalkannya ke berbagai belahan dunia, bukan justru terlena dengan budaya luar yang datang.
“Adat istiadat, seni budaya dan tradisi para endatu yang kita yakini begitu indah dan luhur. Mari kita sampaikan kepada dunia luar bahwa melalui kekayaan adat budaya kita mampu membentuk kita menjadi bangsa yang berkarakter kuat dan disegani. Selamat kepada para penerima Anugerah Budaya PKA ke-8 Tahun 2023. Semoga apresiasi ini menjadi pendorong semangat dan dedikasi yang lebih membara, untuk melestarikan dan memajukan budaya Aceh,” pungkas Iskandar.
Sementara itu, Paduka Yang Mulia (PYM) Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar, dalam petuah budayanya yang disampaikan oleh Sulaiman Abda selaku Tuha Peut Wali Nanggroe menjelaskan, penyerahan Anugerah Budaya ini bukan sebuah hal kebetulan, melainkan hasil proses panjang, mulai dari tahapan rapat persiapan, pendaftaran, penilaian, hingga verifikasi calon penerima anugerah.
Begitu pula dengan calon penerima untuk setiap masing-masing kategori, anugerah yang diserahkan malam ini, juga bukan hasil yang diperoleh secara instan, tapi buah dari dedikasi berpuluh tahun lamanya.
“Karena itu, dibanding apa yang telah diabdikan oleh masing-masing calon penerima, anugerah ini tentunya tidak dapat dibanding-bandingkan. Namun inilah salah satu bentuk nyata, upaya kami dalam menghargai dan mengapresiasi setinggi-tingginya, jasa besar para penjaga warisan indatu di bumi Serambi Mekah.
Sulaiman Abda menjelaskan, Pemberian gelar, khususnya di bidang kebudayaan, sangat penting karena budaya merupakan identitas suatu bangsa. Khususnya bagi Bangsa Aceh, menjaga warisan budaya, sama artinya dengan menegakkan agama.
“Karena kebudayaan Aceh selalu berlandaskan pada pondasi dimensi islami. Sehingga dalam filosofi hidup orang Aceh, muncul sebuah hadih maja, ‘’Hukom ngen adat, lage zat ngen sifuet’. Dimensi tersebut telah membentuk pola hukum dan kebudayaan dalam masyarakat Aceh sehingga ‘Adat han jeut barangkahoe takong, hukom han jeut barangkahoe takieh,” kata Sulaiman Abda.
“Ini adalah bukti indikator natural, bahwa orang Aceh menjaga adat dan kebudayaannya dengan benteng agama. Kami sangat berharap, agar apa yang telah didedikasikan selama ini, dapat terus ditingkatkan. Selain itu, kami juga berharap kegiatan ini mampu melahir generasi baru, yang dididik menjadi penjaga, dan pelestari khazanah kebudayaan Aceh. Dan, Lembaga Wali Nanggroe siap mendukung segala bentuk upaya untuk mewujudkan hal tersebut,” pungkas Sulaiman Abda.