ALIBI.id [4/3/2023] – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau UUPA yang mengatur tentang kekhususan Aceh, merupakan upaya memperkuat kelembagaan yang ada di daerah berjulukan Tanah Rencong itu.
Wakil Ketua DPR Aceh Safaruddin, Jumat (3/3/2023), mengatakan draf revisi UUPA yang telah disusun tim advokasi UUPA, bukan untuk mengganti UU yang selama ini telah berjalan, dan juga tidak untuk mengamandemen UUPA yang telah diimplementasikan selama 17 tahun terakhir di Aceh.
“Sifatnya draf ini adalah revisi, yang tentunya tujuan revisi UUPA ini adalah untuk menguatkan kelembagaan yang ada di Pemerintahan Aceh,” katanya dalam keterangan diterima di Banda Aceh.
Baca juga: Wali Nanggroe ingatkan Pemerintah dan DPR Aceh kawal UUPA
Salah satu lembaga itu, kata Safaruddin, adalah kewenangan yang dimiliki Aceh berdasarkan hasil kesepakatan damai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui perjanjian Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki tahun 2005 lalu.
Saat ini, DPR Aceh sedang mensosialisasikan draf revisi UUPA ke masyarakat di 23 kabupaten/kota di Aceh. Sosialisasi ini digelar tatap muka, dan bertujuan untuk memberikan informasi serta menjaring aspirasi dari seluruh masyarakat Aceh.
Ada beberapa pertimbangan yang membuat UUPA dinilai perlu direvisi. Pertama, karena adanya tinjauan politis pasca lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdampak kepada undang-undang hasil kesepakatan damai tersebut.
Poin putusan MK yang disebut berdampak pada revisi UUPA adalah keputusan MK Nomor 30/PU-VIII/2010 yang berimbas pada pasal 256 UU Nomor 11 tahun 2006 terkait calon perseorangan.
Selanjutnya keputusan MK Nomor 51/PU-XIV/2016 yang mematahkan ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b UUPA terkait calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota harus memenuhi persyaratan tidak pernah dihukum tindak pidana kejahatan dan seterusnya.
Selain itu, terdapat beberapa putusan MK lain yang juga berdampak pada UUPA sehingga diperlukan adanya revisi terhadap produk hukum kekhususan Aceh tersebut.
Baca juga: Tim USK selesaikan draf revisi UUPA, begini hasilnya
Peserta sosialisasi turut memberi masukan agar pasal-pasal di dalam UUPA tidak terus berguguran akibat lahirnya regulasi baru di Indonesia, di masa mendatang. Selain itu, ada pula peserta yang menyorot agar pasal-pasal terkait kelembagaan Wali Nanggroe diperkuat dalam revisi UUPA tersebut.
Dalam revisi tersebut, kelembagaan wali Nanggroe diperkuat secara politis, sehingga terlihat bahwa institusi tersebut benar-benar hasil perdamaian Aceh.
Sosialisasi draf perubahan UUPA dimulai sejak 27 Februari hingga 9 Maret 2023. Tim sosialisasi dibagi atas empat zona, yaitu zona pertama bertugas menyosialisasikan di Kabupaten Bireuen, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang.
Tim zona kedua, bertugas untuk wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang, Pidie, dan Pidie Jaya. Zona ketiga yang bertugas di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulue, Bener Meriah, dan Aceh Tengah.
“Kami datang hanya ingin menyerap aspirasi, bukan untuk memperdebatkan apa yang menjadi perdebatan kita saat ini,” kata Safaruddin yang juga koordinator tim zona IV sosialisasi draf perubahan UUPA itu. (Ant)
Discussion about this post