ALIBI.id [29/9/2023] – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat perusahaan sawit PT Kallista Alam (KA) atas kasus kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Dari tuntutkan ganti rugi sebesar Rp114 miliar, perusahaan tersebut baru melunasi Rp57 miliar.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, pembayaran ganti rugi selanjutnya akan dilakukan oleh pihak PT KA pada 18 November 2023 sesuai dengan putusan pengadilan.
“Kasus ini telah diputuskan oleh pengadilan Negeri Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 50/PDT/2014/PTBNA Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung No. 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” sebut Ridho Sani, Jumat (29/9/2023).
Baca juga: Polisi proses sembilan tersangka kasus karhutla di Riau
Ia menjelaskan, pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA dilakukan setelah melalui serangkaian proses panjang di Pengadilan Negeri Meulaboh.
Kasus ini kemudian didelegasikan ke Pengadilan Suka Makmue mulai dari permohonan eksekusi, pemberian tegoran (aanmaning), pelaksanaan penilaian asset (appraisal) oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJJP) dan koordinasi intensif dengan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh maupun Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue.
Ridho Sani mengatakan, KLHK berkomitmen untuk menghentikan karhutla dan mengembalikan kerugian lingkungan hidup (negara) serta memulihkan lingkungan hidup yang rusak akibat karhutla di areal perkebunan kelapa sawit milik PT KA seluas 1.000 ha.
“Di samping membayar ganti rugi lingkungan, PT KA menyanggupi untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup secara mandiri terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 ha,” ujarnya.
Baca juga: Karhutla belum padam, BMKG pantau keamanan penerbangan di Nagan Raya
Langkah pemulihan lingkungan, jelas Ridho Sani, dimulai dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK pada tanggal 7 Agustus 2023.
Tegasnya, perusahaan akan membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan yang penghitungannya didasarkan atas kebijakan dan arahan dari Ketua Pengadilan Meulaboh maupun Suka Makmue.
“Kami akan menggunakan semua instrumen hukum baik penghentian, sanksi administratif, penegakan hukum pidana termasuk gugatan perdata agar ada efek jera dan mengembalikan kerugian lingkungan dan negara. Kami akan terus mengejar pelaku atau penanggung jawab terkait karhutla, termasuk mendorong percepatan eksekusi putusan pengadilan terkait gugatan perdata,” kata Ridho Sani.
Baca juga: Sudah dua pekan, Karhutla di Nagan Raya terus meluas
Ia menegaskan, komitmen pelaksanaan eksekusi putusan yang dilakukan PT KA haruslah menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk segera melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Kami ingatkan bahwa Gakkum KLHK akan terus mendorong proses eksekusi putusan yang menjadi kewenangan Ketua Pengadilan Negeri (PN). Untuk mendukung percepatan eksekusi putusan gugatan karhutla yang sudah berkekuatan hukum tetap lainnya, kami saat ini sedang menyiapkan langkah-langkah untuk penyitaan aset tergugat,” tambah Ridho Sani.
Ia mengungkap, berkaitan dengan gugatan perdata karhutla, bahwa saat ini KLHK telah menggugat 22 perusahaan, dimana 14 perusahaan di antaranya telah berkekuatan hukum tetap dengan total nilai putusan sebesar Rp5.603.326.301.249 yang terdiri dari 7 perusahaan proses eksekusi sebesar Rp3.049.591.266.200 dan 7 perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp2.553.735.035.049.