ALIBI.id [12/1/2023] – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyarankan Pemerintah Pusat melalui Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) untuk berkoordinasi dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM di tanah rencong.
“Sebaiknya Presiden melalui tim yang sudah dibentuk (PPHAM) tetap berkoordinasi dan mengambil data dari KKR Aceh agar tidak muncul permasalahan baru di kalangan korban HAM di Aceh,” kata Ketua Komisi I DPRA Iskandar Usman AL Farlaky, di Banda Aceh, Kamis (12/1/2023).
Baca juga: Jokowi akui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu Indonesia
Iskandar menyampaikan, pihaknya sangat menyambut baik apa yang telah disampaikan Presiden Jokowi terkait 12 pelanggaran HAM berat di Indonesia dan tiga diantaranya ada di Aceh.
Adapun tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang telah diakui Presiden itu yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, dan kejadian di Jambo Keupok Aceh Selatan 2003.
“Namun yang perlu diketahui sebenarnya bukan tiga saja kasus pelanggaran HAM berat di Aceh. Tetapi tiga kasus itu memang berkasnya sudah di Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Iskandar menyampaikan, KKR Aceh selama ini sudah melakukan pendataan dan rekomendasi lebih kurang sekitar 5.200 korban yang harus dimasukkan dalam skema reparasi komprehensif baik secara individual maupun komunal.
Baca juga: Mahfud MD bertemu para kiai bahas penyelesaian kasus HAM 1965
Karena itu, koordinasi tersebut penting sekali dilakukan, sehingga nantinya tidak terjadinya miskomunikasi antara tim yang dibentuk oleh pemerintah pusat dengan kerja KKR Aceh sebagai lembaga resmi bentukan pemerintah Aceh pendataan korban HAM masa lalu di Aceh.
Tak hanya dengan KKR, lanjut Iskandar,
dirinya juga mengharapkan tim PPHAM melakukan komunikasi dengan lintas sektoral termasuk dengan turun ke lapangan langsung terkait dengan hasil kajian atau data apa yang ingin diambil mengenai pelanggaran HAM berat di Aceh.
“Nah, KKR sendiri juga sudah turun ke lapangan melakukan validasi data yang dibantu juga oleh BRA (Badan Reintegrasi Aceh),” kata Iskandar Al Farlaky. (Ant)
Discussion about this post