ALIBI.id [31/10/2022] – Kala itu tahun 2017, Murthala bersama istri, Yuliana, sedang melakukan riset harga cabai di Gayo Lues. Keduanya menyambangi kebun-kebun petani di dataran tinggi Aceh tersebut.
Kepadanya, para petani berkeluh perihal sulitnya pemasaran cabai hijau. Ditambah lagi jika harga sedang murah, cabai hijau para petani kerap membusuk sendiri tak laku terjual.
Berangkat dari keluh kesah inilah, setahun setelahnya, 2018, Murthala dan Yuliana memutuskan membangun pabrik olahan berbahan baku cabai hijau.
Capli bisa bertahan hingga satu tahun.
“Usaha ini kami mulai pada 2018 silam,” kata Murthala mengawali perbincangan dengan ALIBI.id, Senin (31/10/2022).
Usaha pembuatan sambal cabai hijau dalam kemasan miliknya dibangun di Meuraxa, Kota Banda Aceh. “Capli” menjadi merek dagang sambal khas Aceh milik Murthala dan Yuliana.
Baca juga: Film Hikayat Waroeng Kupi hadir kampanyekan wisata kopi di Aceh
Tak tanggung-tanggung, usaha yang dirintis dengan niat tulus membantu petani kini telah menembus pasar di kota-kota besar Indonesia. Produk Capli telah dipasarkan di Jakarta, Bali, Lampung, dan sejumlah kota lainnya.
Kepada ALIBI.id, Murthala mengaku, mengawali bisnis Capli pastinya ia telah melewati serentetan percobaan dan riset, dengan memanfaatkan bahan baku utama cabai dari para petani di Gayo Lues.
“Kami telah melakukan uji coba dan riset yang panjang untuk mendapatkan kualitas terbaik. Bahan baku Capli langsung di pasok petani dari dataran tinggi di Gayo Lues,” jelasnya.
Baca juga: Disbudpar Aceh selenggarakan festival dikee di Aceh Timur
Bertujuan melahirkan produk makanan yang sehat, Murthala menyebut, 99,8 persen Capli dibuat dari bahan alami. Selain sudah terkenal bahwa tanah Gayo Lues menghasilkan cabai berkualitas baik, Murthala juga menyortir kembali cabai hijau segar dan pilihan.
Dirinya begitu yakin memproduksi Capli tanpa menggunakan bahan pengawet sedikit pun. Sebab Murthala percaya makanan yang mengandung bahan pengawet tidak baik dari sisi kesehatan para konsumen. Walau dewasa ini, menurut amatan Murthala, banyak sekali peredaran saos dan sambal kemasan di pasaran yang menggunakan bahan pengawet.
Ia mengklaim, Capli bisa bertahan hingga satu tahun. Hal ini dikarenakan peranan asam sunti sebagai bahan pengawet alami dari produk sambal Capli. Untuk diketahui, asam sunti hanya ada di Aceh, dengan bahan baku berupa belimbing wuluh yang dikeringkan ala masyarakat Aceh.
Baca juga: Disbudpar Aceh edukasi cara melestarikan cagar budaya kepada pelajar
Selain sebagai pengawet alami, asam sunti juga berperan untuk mengentalkan dan memberi rasa asam pada produk Capli. Sehingga Murthala yakin produknya selain memiliki rasa khas Aceh juga mampu bertahan satu tahun.
Penggunaan asam sunti telah melewati tahapan-tahapan riset yang dilakukan Murthala. Menurut pengamatan dirinya, Aceh sebagai penghasil asam sunti yang umumnya digunakan masyarakat untuk bumbu masakan, disamping juga berguna untuk pengawet makanan.
“Asam sunti tidak ada di daerah lain. Inilah yang membuat Capli khas dibanding dengan saus ataupun sambal lainnya di pasar,” tandas Murthala.
Discussion about this post