ALIBI.id [17/2/2023] – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Utara menahan lima tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai dengan kerugian negara mencapai Rp44,7 miliar.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Aceh Utara Arif Kadarman di Aceh Utara, Kamis, mengatakan penahanan dilakukan setelah penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Utara melimpahkan perkara beserta tersangka dan barang bukti ke JPU.
“Kelima tersangka ditahan dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, untuk selama 20 hari ke depan. Penahanan tersangka untuk mempermudah JPU menyusun surat dakwaan. Penahanan tersangka dapat diperpanjang,” kata Arif Kadarman.
Baca juga: Kejari Aceh Utara minta BPK audit kasus korupsi rumah duafa
Arif Kadarman menyebutkan kelima tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembangunan monumen Islam Samudra Pasai tersebut yakni berinisial FB selaku Pengguna Anggaran yang juga Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara saat pembangunan berlangsung.
Selanjutnya, tersangka berinisial NU selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kemudian, tersangka TM selaku rekanan pekerjaan, PO selaku konsultan pengawas, dan RF selaku kontraktor pelaksana.
Kelima tersangka dijerat dengan pasal berlapis, primair melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf (a) dan (b) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta subsidair, melanggar Pasal jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf (a) dan Huruf (b) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Arif Kadarman.
Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pembangunan monumen tersebut dikerjakan lima perusahaan sejak tahun anggaran 2012 hingga 2017.
Baca juga: PN Lhoksukon tolak praperadilan kasus korupsi pembangunan monumen
Pada 2012, proyek tersebut dikerjakan PT PNM dengan anggaran Rp9,5 miliar. Kemudian, dikerjakan PT LY dengan anggaran Rp8,4 miliar pada 2013. Pada 2014, dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp4,7 miliar.
Serta pada 2015 dikerjakan PT PNM dengan anggaran Rp11 miliar, pada 2016 dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp9,3 miliar serta dikerjakan PT TAP pada 2017 dengan anggaran Rp5,9 miliar.
“Dari hasil penyelidikan Kejari Aceh Utara, pengerjaan dilakukan tidak sesuai spesifikasi. Banyak bagian pekerjaan tidak dikerjakan, sehingga kondisi bangunan monumen tidak kokoh. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp44,7 miliar,” kata Arif Kadarman. (Ant)
Discussion about this post