ALIBI.id [26/11/2022] – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Banda Aceh memanfaatkan dana bos sebagai salah satu solusi terhadap kesejahteraan para tenaga pengajar terutama guru honorer di ibu kota provinsi Aceh itu.
“Kami Disdikbud Banda Aceh terus berupaya mencari solusi untuk membantu guru-guru kita,” kata Kepala Disdikbud Banda Aceh Sulaiman Bakri, di Banda Aceh, Sabtu (26/11/2022).
Sulaiman mengakui, kenaikan harga-harga barang saat ini telah berimbas kepada semua unsur, termasuk para pendidik dalam hal ini terutama guru honorer di Banda Aceh.
Baca juga: PGRI dorong pemerintah bentuk UU perlindungan guru
Karena itu, kata Sulaiman, sebagai upaya membantu mensejahterakan mereka dari imbas kenaikan harga barang, pihaknya memanfaatkan anggaran yang tersedia yaitu sebagian dari dana bos.
“Diantaranya memanfaatkan anggaran dana bos 50 persen untuk dimanfaatkan belanja pegawai, diantaranya untuk kesejahteraan guru-guru honorer,” ujarnya.
Sulaiman menyebutkan, saat ini guru honorer yang bertugas di Banda Aceh lebih kurang mencapai 283 orang. Diantaranya 219 mengajari pelajar sekolah dasar (SD) dan 64 lainnya di tingkat menengah atau SMP. (Tingkat SMA di bawah Pemerintah Provinsi Aceh).
Sulaiman menyebutkan, pembayaran guru honorer di Banda Aceh selama ini disesuaikan dengan jumlah jam dari mata pelajaran yang diajarkan.
Standar harga Pemerintah Banda Aceh untuk guru honorer per satu jam pelajaran saat ini maksimal adalah Rp23 ribu.
Guru yang mengajar dengan jumlah jam banyak otomatis memiliki penghasilan lebih besar dari guru lain yang memiliki jadwal mengajar lebih sedikit.
Kata Sulaiman, standar harga Pemerintah Banda Aceh untuk guru honorer per satu jam pelajaran saat ini maksimal adalah Rp23 ribu. Tetapi, realisasi di lapangan juga menyesuaikan dengan kondisi ketersediaan keuangan sekolah tersebut.
Baca juga: Perwakilan guru honorer sampaikan aspirasi ke kantor staf Presiden
“Disdikbud Banda Aceh juga terus memantau regulasi terbaru guna membantu guru-guru honorer tersebut bisa ditingkatkan menjadi tenaga di kontrak ketika sudah adanya normalisasi anggaran kedepan,” kata Sulaiman.
Selain masalah itu, dalam kesempatan ini Sulaiman juga menuturkan terkait permasalahan pinjaman online yang begitu marak di ibu kota provinsi Aceh ini, apalagi Banda Aceh menjadi pusat pergerakan aktivitas sosial ekonomi. Terlebih terbukanya akses teknologi dan informasi.
Perihal tersebut, Disdikbud Banda Aceh mengambil langkah antisipasi dengan cara memasifkan sosialisasi tentang kelemahan dan bahaya dari pinjaman online, sehingga guru tidak mudah terjerat.
“Kami juga meminta kepada para pengawas dan kepala sekolah untuk memastikan guru-guru di Banda Aceh tidak terpengaruh dengan pinjaman online itu,” demikian Sulaiman Bakri. (Ant)
Baca juga: Tidak mau pindah tugas, pemerataan guru di Ambon terkendala
Discussion about this post