ALIBI.id [5/10/2022] – Handphone berdering, sebuah pesan masuk dari Pawang Surya mengabarkan sebentar lagi kegiatan “tarek pukat” akan dilangsungkan. Lelaki itu telah tepati janji mengabarkan saya.
Bergegas mengemas perlengkapan liputan, dengan motor bebek butut keluaran tahun 2007 saya mulai membelah jalanan, dari pusat Kota Banda Aceh menuju Gampong Jawa.
Benar Gampong Jawa merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Kuta Raja, Kota Banda Aceh. Dan Surya Suid merupakan putra kelahiran gampong (kampung) tersebut tahun 1958 silam.
Sore ini, Selasa (4/10/2022) Kelompok Perikanan Aneuk Nelayan yang dinahkodai Surya akan melakukan kegiatan rutin tarek pukat di pesisir kampung mereka. Benar, tarek pukat sudah menjadi tradisi masyarakat pesisir Aceh dalam mencari ikan, medianya adalah pukat darat panjang.
“Asai pukat bak urot blang, asai pawang kanci peulandong. Raseuki dengon tagagah, tuwah dengon tamita”
Hanya butuh waktu sepuluh menit saja saya tiba di rangkang Aneuk Nelayan, Surya menyambut hangat di sana.
“Asai pukat bak urot blang, asai pawang kanci peulandong. Raseuki dengon tagagah, tuwah dengon tamita (pawang itu berasal dari orang yang cerdik. Rezeki harus kita usaha, kasih sayang harus kita cari),” ungkap Surya pada saya sembari tersenyum. Pepatahnya bermakna begitu dalam.
Matahari perlahan turun, jam menunjukkan pukul 16.40 WIB, seluruh anak buah Surya sedang sibuk mempersiapkan pukat, keranjang ikan, dan tong penampungan. Begitupun, pengunjung dari berbagai kalangan dan daerah juga mulai memadati pesisir Gampong Jawa untuk melihat prosesi tarek pukat Surya dan anak buahnya.
Tidak lama setelah itu Surya naik ke atas kapal motor kecil yang telah disesaki pukat, perlahan kapal menjauh dari pesisir, tangan Surya cekatan menjatuhkan pukat pelan-pelan berharap kawanan ikan dapat terjerat di bawah sana.
Pukat yang telah ditebar ke tengah laut untuk selanjutnya ditarik ke daratan dari dua sisi menyerupai liter u. Sejumlah 17 anggota Aneuk Neulayan begitu gigih menarik pukat ke daratan, pelan namun pasti. Surya yang sudah tiba kembali ke darat berdiri berkacak pinggang, sebagai seorang pawang Ia patut memberikan arahan-arahan kepada anggotanya.
Berkisar 35 menit, pukat berhasil ditarik sempurna ke daratan, turut serta menarik gerombolan ikan dari berbagai jenis. Kepada media ini Surya menyebut, rata-rata hasil tangkapan setiap hari sejumlah 150 kilogram dengan berbagai jenis ikan pelagis kecil (ikan yang bermain di kolom perairan).
“Dalam bahasa Aceh, ikan-ikan tersebut dinamakan ciriek, gabu, tenggiri, ciceut, budung dan keurimen,” sebut Surya, coba menjelaskan kepada saya perihal nama-nama ikan.
Media ini melakukan reportase bagaimana besarnya animo masyarakat untuk membeli ikan segar hasil tarek pukat Gampong Jawa. Ikan hasil tangkapan langsung dijual di lokasi. Surya menjelaskan, para anggota juga bisa membawa pulang uang Rp100 ribu hasil jerih payah menjaring ikat yang Allah SWT tabur di lautan sana.
Untuk diketahui Kelompok Perikanan Aneuk Nelayan pernah hancur tatkala Tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. Namun berkat kegigihan Surya dan kawan-kawan kelompok ini kembali bangkit, dan mampu bertahan hingga sekarang.
Itulah sekelumit gambaran tentang Gampong Jawa, sebuah desa pesisir yang masih teguh mempertahankan tradisi tarek pukat. Berkat menjaga tradisi, perekonomian masyarakat Gampong Jawa juga ikut terjaga. Tidak berlebihan untuk menyebut gampong tersebut sebagai salah satu desa wisata dengan kearifan lokal di Nusantara.
Mari sejenak melipir ke Gampong Jawa, sekedar berswafoto di tepian muara krueng Aceh dengan latar gugusan pulau Sabang, atau jika berminat membeli setumpuk ikan segar hasil tangkapan Kelompok Perikanan Aneuk Nelayan besutan Surya.
Discussion about this post