ALIBI.id [28/3/2022] : Pandemi Covid-19 tak hanya sebabkan jutaan kematian. Kebijakan pembatasan sosial, dan upaya global melokasir penyebaran virus dengan lockdown dan pembatasan sosial, telah menyebabkan kehancuran sendi perekonomian dunia.
Seluruh negara di dunia alami perlambatan ekonomi, dan tidak sedikit di antaranya lumpuh. Kebijakan menutup akses internasional masuk ke Indonesia, turut menghancurkan pasar industri kecil dan menengah (IKM) yang selama ini bertumpu pada sektor kepariwisataan.
Pembatasan tersebut juga berdampak signifikan terhadap sektor IKM di Aceh. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, kurang dari dua tahun kebijakan itu diterapkan, nyaris provinsi ujung barat Sumatera tidak dapat dikunjungi wisatawan asing.
Hal tersebut tentunya memberi dampak besar bagi pelaku IKM di Aceh, salah satunya ASA Kopi. Absennya para wisatawan menyebabkan produk kopi asal Kabupaten Aceh Tengah itu sepi pembeli. Sehingga, proses pemasaran kopi pun dialihkan menjadi online.

Dalam dua tahun terakhir, 70 persen penjualan produk ASA Kopi dilakukan melalui online. Namun, pada tahun 2022, penjualan ASA Kopi mulai alami peningkatan, seiring dengan masuknya kembali wisatawan lokal dari berbagai provinsi di Indonesia.
Meski penerbangan internasional di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar, belum beroperasi, namun penjualan ASA Kopi mulai bergerak ke arah eskalasi.
“Beberapa bulan terakhir sudah banyak perubahan, jauh dari tahun lalu yang terlihat sepi,” kata Bethseba, pengelola ASA Kopi saat ditemui di tokonya di kawasan Peunayong, Banda Aceh, Kamis (17/3/2022).
ASA Kopi adalah milik Armiyadi, pengusaha kopi asal Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Usaha ini menjadi salah satu industri kecil menengah (IKM) binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh.
Armiyadi dikenal sebagai salah satu pengusaha kopi sukses di Tanah Gayo. Memulai karir sejak 2006, produknya kini menjadi langganan pecinta kopi di berbagai belahan dunia, terutama Amerika Serikat.
Selain di Aceh Tengah, ASA Kopi juga bisa ditemui di toko cabang Banda Aceh, tepatnya di Jalan Sri Ratu Safiatuddin, No. 48, Gampong Peunayong. Khusus Banda Aceh, Armiyadi menunjuk Bethseba sebagai penanggung jawab.
Bethseba bertugas mengakomodir permintaan produk Asa Kopi di tingkat lokal, nasional hingga internasional, baik secara offline maupun online.
Namun, apabila pengiriman di atas satu ton, kata Bethseba, itu langsung ditangani langsung oleh Armiyadi. Biasanya, pengiriman dalam jumlah ini dilakukan ke luar negeri.
“Kalau yang misalkan yang kecil-kecil untuk pembeli di bawah satu ton itu berarti masuknya ke sini, ke Banda Aceh, terutama untuk rosbin sama brown. Brown itu bubuk,” tutur Bethseba.
Bethseba menambahkan, selain di Takengon, proses penggilingan dan pengemasan juga dilakukan di Banda Aceh. Dalam beberapa kesempatan, ia juga menerima pengemasan untuk produk-produk kopi UMKM lainnya.
“Ada yang dilakukan itu di Takengon, ada juga yang kita lakukan di sini, tergantung kebutuhan sih. Karena kita di sini mengelola UMKM, jadi kalau teman-teman minta tolong dikemasin di sini, kita kemasin juga,” ucap Bethseba.
Adapun jenis kopi yang dipasarkan adalah robusta dan arabica. Kedua jenis kopi ini sama-sama diminati oleh pasar internasional. Untuk jenis robusta misalnya, dilepas ke pasar Jepang dan Korea.
“Diekspor keluar tergantung negaranya, kalau negaranya kayak Jepang dan Korea itu mereka cenderung robusta. Tetapi kalau ke Amerika dan Eropa itu arabika,” tutur Bethseba.
Keuntungan menjadi IKM Binaan
Bethseba mengaku banyak sekali keuntungan menjadi IKM binaan Disperindag Aceh, salah satunya soal perizinan. Di samping itu, para IKM juga akan mudah memperluas jaringan, terutama dengan pelanggan lokal, nasional hingga internasional.
Menurut Bethseba, menjadi binaan Disperindag Aceh bukan hanya mendapatkan hal dalam bentuk material, tetapi inmaterial. Melalui pemerintah, ASA Kopi juga dilibatkan dalam berbagai event pameran, baik lokal maupun nasional.
“Saya rasa, kalau orang berhubungan dengan instansi pemerintah maunya cuma minta duit, saya rasa itu salah, kurang tepatlah sebenanrnya. Karena kalau ingin dapetin uang aja, dia bikin UMKM, bikin laporan keuangan yang bagus dia pasti akan diberikan oleh siapapun,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Bethseba berpesan kepada para pelaku UMKM di Aceh agar kreatif dan inovatif menjalankan usahanya. Para pelaku UMKM juga diminta menerapkan sistem “jemput bola” agar produknya dikenal luas oleh masyarakat.
“Kalau kita menjadi binaan sebuah instansi pemerintah atau siapapun sih sebenarnya, kita itu jangan jadi orang yang diam, kita harus aktif, sering nanya, karena mereka tidak akan memberikan sesuatu apapun kalau kita tidak nanya,” kata Bethseba.
Manajemen Produksi Harus Bagus
Kepala Disperindag Aceh, Mohd Tanwier mengatakan, manajemen produksi yang bagus akan menjadi kunci berkembangnya sebuah IKM. Oleh karena itu, Tanwier mengajak para pelaku IKM untuk membenahi manajemen produksi, mulai dari keuangan, kualitas, hingga kontinuitas barang yang dihasilkan.
“Manajemen produksinya seperti apa, tentu yang diperlukan pertama adalah kualitas dari barang tersebut, karena persaingan sudah ketat,” kata Tanwier.
Selain itu, kata Tanwier, para pelaku IKM juga perlu menjamin kuantitas barang yang diproduksi, sehingga stok di pasaran tidak sampai habis atau putus. Tanwier menginginkan produksi yang dihasilkan para pelaku IKM terus berkesinambungan, tanpa menghilangkan kualitas barang.
“Karena kalau kita sudah berinteraksi dengan orang, tentu sistem ini pasti diperlukan, karena orang kalau sudah meminati punya kita, mereka akan konsisten apabila kita konsisten,” ucap Tanwier.
Di era teknologi yang serba canggih, Tanwier juga meminta para pelaku IKM harus menyesuaikan diri dengan terjun ke dunia digital. Suka tidak suka, terang Tanwier, dunia digital menjadi segmen penting di dunia pada masa ini.
Disperindag Aceh di beberapa kesempatan selalu mengimbau dan menyerukan kepada pelaku IKM untuk terus memanfaatkan dunia digital dalam mempromosikan produknya. Karena, dunia digital bisa dijangkau ke berbagai belahan dunia.
“Hari ini peluang terbesar untuk pasar adalah pasar digital, suka tidak suka, ya kita harus masuk ke segmen itu. Intinya diperlukan adanya pembelajaran kepada teman-teman IKM ini untuk bisa menjual prodaknya secara online,” demikian Tanwier. (***)
Discussion about this post