ALIBI.id [4/10/2023] – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Aceh menggelar musyawarah daerah (Musda) ke-8, di Hermes Hotel, Rabu (4/10/2023). Acara tersebut dibuka oleh Pj Gubernur yang diwakili Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Mawardi.
Dalam kesempatan tersebut, Mawardi mengharapkan para pengusaha yang tergabung dalam DPD REI dapat berkolaborasi dengan pemerintah Aceh mewujudkan rumah hunian bersubsidi bagi masyarakat kurang mampu atau prasejahtera.
“REI Aceh bisa menjalin kerja Sama dengan berbagai lembaga keuangan syariah untuk pembiayaan pembangunan kebutuhan rumah masyarakat,” kata Mawardi.
Baca juga: Dukung akses permodalan UMKM, Pemerintah Aceh apresiasi OJK
Menurut Mawardi, selain berorientasi bisnis, REI juga mempunyai peran sosial terhadap masyarakat dengan membangun rumah subsidi. “Kita percaya pengembang REI tidak melupakan sisi humanis, kami yakin seiring membaiknya ekonomi masyarakat, daya beli rumah masyarakat juga meningkat.”
Mawardi mengatakan, peluang usaha properti begitu besar di Aceh. Berdasarkan data, penduduk Aceh saat ini mencapai 5 juta lebih. Kebutuhan rumah pun meningkat, bahkan kebutuhan rumah di Aceh mencapai 7 ribu unit per tahun.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, mengatakan, Aceh memiliki peluang besar untuk pengembangan ekonomi. Oleh sebab itu ia berpesan 3 hal kepada para pengusaha REI di Aceh.
Ketiga pesan tersebut adalah memiliki prasangka baik, open mind, dan berani berubah. “Saatnya Anda bangkit dan berubah dan membawa manfaat bagi masyarakat Aceh,” kata Joko.
Sementara itu, Plt Ketua DPD REI Aceh, Muhammad Noval, mengatakan, Musda tersebut merupakan wadah untuk regenerasi kepemimpinan organisasi. Selain itu juga menjadi momentum untuk saling tugas gagasan antar pengurus.
Baca juga: Pemerintah Aceh fasilitasi ibunda Imam Masykur selama proses hukum di Jakarta
Dalam kesempatan tersebut, Noval juga menyampaikan sejumlah persoalan pembangunan perumahan yang dihadapi REI kepada Pemerintah Aceh.
“Kita punya masalah besar, terutama masalah aturan galian C, sebab penghentian galian C mengganggu produksi suplai bahan baku pembangunan rumah di Aceh,” kata Noval.
Selain masalah galian C, Noval juga menyebutkan permasalahan tata ruang wilayah. Menurutnya, penetapan tata ruang antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota masih ada yang berbeda.
Ia berharap permasalahan tersebut segera diselesaikan karena sangat menyangkut lokasi pembangunan rumah. “Kami harap pemerintah Aceh membantu para pengembang,” ujarnya.